Senin, 19 April 2010

Deskripsi Fauzi tentang Chik Rini


Bersama Bu Tin, Fauzi dan Della di Training Centre Sinar Mas Sei Rokan Riau

Ini tulisan Fauzi, salah seorang peserta training narasi di Sei Rokan yang dilaksanakan oleh Eka Tjipta Foundation awal Maret 2010, dimana aku membantu Andreas Harsono mengajar 20 mahasiswa dari Riau, Padang, Salatiga dan Solo. Fauzi datang dari Solo. Kata Nyan yang dari Salatiga, Fauzi seperti anak autis, karena suka menyendiri dengan buku di tangan. Padahal anak ini ternyata cerdas dan berbakat. Dia cerita padaku bahwa dia tidak memerlukan guru untuk mengajarnya menjadi pintar karena dia bisa belajar sendiri.

Selang beberapa hari pelatihan, dia menyerahkan sebuah tulisan kepadaku. Isinya adalah deskripsi tentang seorang Chik Rini yang dia kenal dalam 3 hari di Sei Rokan. Tulisan yang lucu. Dan soal alis itu, aku terkejut bahwa dia menulis tentang alisku. Apa alisku aneh? Hahaha..Silahkan membaca tulisannya ini.

Chik Rini (bagian 1)
Catatan tentang salah satu perempuan Acheh

Chik Rini: Penuh semangat guru taman kanak-kanak yang pengayom, riang, selalu membawa senyum. Aku tak menyangka, orang Acheh bisa membawa senyum terus meski sudah dijajah oleh Portugal, Inggris, Belanda, (bener ga ni..?) dan, katanya, oleh Jawa.

Itu yang aku rasakan saat melihat pertama kali perempuan ini. Saat itu Senin 1 Maret 2010, kita bertemu sekitar 08.30 WIB di apartement mas Andreas Harsono, apartemen Permata Senayan No.1908, di daerah Pal Merah.

Aku pikir, tawa adalah bagian dari identitasnya.

Dia masuk ke apartemen itu membawa senyum, tas koper warna kuning kecokelatan dengan motif lorek-lorek seukuran 30 cm, dan tas kain berbentuk kubus persegi. Dia meletakan bawaannya, sambil membawa senyum, lalu cipika-cipiki dengan istrinya mas Andreas, Rophiah (salah ga ya), yang menyambutnya dengan senyum keakraban.

Aku bergumam dalam hati, ‘O...ini to yang namanya Chik Rini.’ Penuh dengan jiwa dan aura “ke-kakak-an” yang ceria. Tak menyangka, inilah wartawan perempuan yang menulis Kegilaan di Simpang Kraft itu. Berdasarkan perkiraanku, tingginya sekitar 160 cm dengan berat badan sekitar 75 kg. Bisa disimpulkan: gemuk, meski tidak terlalu. Benar kata salah satu pemuda di apartemen itu, kemudian aku tahu namanya Kurnianto, “Chik kok sekarang gemuk? Tidak seperti di foto tulisannya.” “Itu beberapa tahun yang lalu. Sekarang beda,” jawabnya, masih dengan membawa senyum.

Yang menarik dari perempuan berkerudung dan berkacamata ini adalah kedua alisnya. Kau tahu kenapa? Alisnya telah membuatku tidak bisa berkonsentrasi dengan maksimal dan membuatku tertawa terpendam dalam aroma senyum. Kejadiannya: saat itu, Selasa 2 Maret 2010, di Training Centre Sei Rokan Riu, dia menjadi instruktur jurnalistik dan mendapati kita, sepuluh orang, sedang tidak semangat dan mengantuk. Waktu itu sekitar jam satu lewat beberapa menit, kita telah lelah setelah dari jam 9 sampai 12 siang mendengarkan mas Andreas, salah satu instruktur. Maka dia hendak menghilangkan kelelahan dan kantuk kita. Dia menyuruh kita senam otak, sebagai pendongkrak semangat dan praktek penggunaan otak kanan dan otak kiri.

Dia maju ke tengah-tengah kita dan mencontohkan senam otak. Kelingking berhadapan dengan ibu jari, itu nama yang bisa aku beri. Dua tangan ditaruh di depan dada dan ditekuk ke atas berada di depan muka. Jari-jari menggenggam, seakan membentuk tameng di depan dada. Dan, ini yang membuat senam otak itu, jempol tangan kanan dikeluarkan bersamaan dengan jari kelingking tangan kiri dikeluarkan, dan sebaliknya, jika jempol tangan kiri dikeluarkan maka jari kelingking tangan kanan dikeluarkan. Kedua tangan diayunkan ke kanan dan ke kiri berbarengan, bergerak secara teratur dan ritmis mengikuti musik, yang entah musik apa saat itu. Sepuluh peserta semuanya kesulitan mempraktekannya. Jari-jari hanya mau bergerak sesama jempol atau kelingking. (Yang satunya adalah menembak kelinci, yang dipraktekan dalam waktu singkat saja)

Dan, persis di setiap ujung gerakan tangan kanan dan kiri itu, kedua alis Chik Rini bergerak dan terangkat beberapa centimeter ke atas secara ritmis, mengikuti alunan musik sambil dibarengi dengan senyumnya. Tampak lucu bagiku, saat itu. Bahkan gerakan alisnya itu, ternyata juga terjadi jika dia sedang berbicara dengan antusias. Buktikan saja…!

4 March 2010
Sei Rokan Training Centre, Riau

© M. Fauzi

3 komentar:

abd naddin mengatakan...

catatan yang bagus dan menarik.saya kira fauzi punya potensi untuk menjadi jurnalis yang hebat

Dildaar Ahmad Dartono mengatakan...

salam kenal..

Nufa Zee mengatakan...

membayangkan...pengen ngeliat alis kk chik lagi...bener gak apa yg dibilang Fauzi

nice descriptive text!, nurul likes this...heheheh