Senin, 19 April 2010

Deskripsi Fauzi tentang Chik Rini


Bersama Bu Tin, Fauzi dan Della di Training Centre Sinar Mas Sei Rokan Riau

Ini tulisan Fauzi, salah seorang peserta training narasi di Sei Rokan yang dilaksanakan oleh Eka Tjipta Foundation awal Maret 2010, dimana aku membantu Andreas Harsono mengajar 20 mahasiswa dari Riau, Padang, Salatiga dan Solo. Fauzi datang dari Solo. Kata Nyan yang dari Salatiga, Fauzi seperti anak autis, karena suka menyendiri dengan buku di tangan. Padahal anak ini ternyata cerdas dan berbakat. Dia cerita padaku bahwa dia tidak memerlukan guru untuk mengajarnya menjadi pintar karena dia bisa belajar sendiri.

Selang beberapa hari pelatihan, dia menyerahkan sebuah tulisan kepadaku. Isinya adalah deskripsi tentang seorang Chik Rini yang dia kenal dalam 3 hari di Sei Rokan. Tulisan yang lucu. Dan soal alis itu, aku terkejut bahwa dia menulis tentang alisku. Apa alisku aneh? Hahaha..Silahkan membaca tulisannya ini.

Chik Rini (bagian 1)
Catatan tentang salah satu perempuan Acheh

Chik Rini: Penuh semangat guru taman kanak-kanak yang pengayom, riang, selalu membawa senyum. Aku tak menyangka, orang Acheh bisa membawa senyum terus meski sudah dijajah oleh Portugal, Inggris, Belanda, (bener ga ni..?) dan, katanya, oleh Jawa.

Itu yang aku rasakan saat melihat pertama kali perempuan ini. Saat itu Senin 1 Maret 2010, kita bertemu sekitar 08.30 WIB di apartement mas Andreas Harsono, apartemen Permata Senayan No.1908, di daerah Pal Merah.

Aku pikir, tawa adalah bagian dari identitasnya.

Dia masuk ke apartemen itu membawa senyum, tas koper warna kuning kecokelatan dengan motif lorek-lorek seukuran 30 cm, dan tas kain berbentuk kubus persegi. Dia meletakan bawaannya, sambil membawa senyum, lalu cipika-cipiki dengan istrinya mas Andreas, Rophiah (salah ga ya), yang menyambutnya dengan senyum keakraban.

Aku bergumam dalam hati, ‘O...ini to yang namanya Chik Rini.’ Penuh dengan jiwa dan aura “ke-kakak-an” yang ceria. Tak menyangka, inilah wartawan perempuan yang menulis Kegilaan di Simpang Kraft itu. Berdasarkan perkiraanku, tingginya sekitar 160 cm dengan berat badan sekitar 75 kg. Bisa disimpulkan: gemuk, meski tidak terlalu. Benar kata salah satu pemuda di apartemen itu, kemudian aku tahu namanya Kurnianto, “Chik kok sekarang gemuk? Tidak seperti di foto tulisannya.” “Itu beberapa tahun yang lalu. Sekarang beda,” jawabnya, masih dengan membawa senyum.

Yang menarik dari perempuan berkerudung dan berkacamata ini adalah kedua alisnya. Kau tahu kenapa? Alisnya telah membuatku tidak bisa berkonsentrasi dengan maksimal dan membuatku tertawa terpendam dalam aroma senyum. Kejadiannya: saat itu, Selasa 2 Maret 2010, di Training Centre Sei Rokan Riu, dia menjadi instruktur jurnalistik dan mendapati kita, sepuluh orang, sedang tidak semangat dan mengantuk. Waktu itu sekitar jam satu lewat beberapa menit, kita telah lelah setelah dari jam 9 sampai 12 siang mendengarkan mas Andreas, salah satu instruktur. Maka dia hendak menghilangkan kelelahan dan kantuk kita. Dia menyuruh kita senam otak, sebagai pendongkrak semangat dan praktek penggunaan otak kanan dan otak kiri.

Dia maju ke tengah-tengah kita dan mencontohkan senam otak. Kelingking berhadapan dengan ibu jari, itu nama yang bisa aku beri. Dua tangan ditaruh di depan dada dan ditekuk ke atas berada di depan muka. Jari-jari menggenggam, seakan membentuk tameng di depan dada. Dan, ini yang membuat senam otak itu, jempol tangan kanan dikeluarkan bersamaan dengan jari kelingking tangan kiri dikeluarkan, dan sebaliknya, jika jempol tangan kiri dikeluarkan maka jari kelingking tangan kanan dikeluarkan. Kedua tangan diayunkan ke kanan dan ke kiri berbarengan, bergerak secara teratur dan ritmis mengikuti musik, yang entah musik apa saat itu. Sepuluh peserta semuanya kesulitan mempraktekannya. Jari-jari hanya mau bergerak sesama jempol atau kelingking. (Yang satunya adalah menembak kelinci, yang dipraktekan dalam waktu singkat saja)

Dan, persis di setiap ujung gerakan tangan kanan dan kiri itu, kedua alis Chik Rini bergerak dan terangkat beberapa centimeter ke atas secara ritmis, mengikuti alunan musik sambil dibarengi dengan senyumnya. Tampak lucu bagiku, saat itu. Bahkan gerakan alisnya itu, ternyata juga terjadi jika dia sedang berbicara dengan antusias. Buktikan saja…!

4 March 2010
Sei Rokan Training Centre, Riau

© M. Fauzi

Selasa, 13 April 2010

Menyelamatkan Hutan dan Lingkungan demi Keberlanjutan

Dua hari lalu, saya mendapat terusan pesan pendek melalui telepon seluler yang dikirim oleh seorang pemuda asal Manggamat di Aceh Selatan. Namanya Muklis. Dia menulis : Saya cuma segelintir orang yang cinta lingkungan dan saya butuh pemerhati lingkungan. Sekarang kampung halaman saya tepatnya desa Manggamat kecamatan Kluet Tengah, Aceh Selatan. Udah gak kayak dulu lagi. Pencemaran lingkungan yang membabi buta, banjir lumpur di mana2, jalan2 udah pada hancur, anak2 yang berangkat sekolah tidak bisa lagi pakai baju bersih buat belajar karna debu dan lumpur...Itu semua diakibatkan pengeksploitasian batu besi yang diexpor ke Cina siang malam...

Saya pun menyampaikan keluhan kepada Kepala Dinas Pertambangan Aceh Selatan, Mardaleta. November tahun lalu, saya pernah diajak sang kepala dinas melihat pertambangan yang diributkan oleh Muklis di atas. Itu pertambangan eksploitasi biji besi, terletak tepat di batas sisi hutan lindung di Manggamat. Nama perusahaannya PT. Pinang Sejati Utama dengan investor utamanya dari Cina. Luas areal yang sudah dieksploitasi mencapai 40 hektar dari total luas izin eksploitasi 200 hektar.

Setiap hari truk keluar masuk mengakut batu-batu bulat yang dikeruk dari perut bukit untuk di bawa ke pelabuhan laut Tapaktuan. Batu-batu itu kemudian diangkut dengan kapal di bawa ke daerah lain yang punya pabrik pengolahan biji besi. Hasilnya diekspor ke Cina.

Pertambangan itu baru berjalan sejak tahun lalu. Tapi kehancuran lingkungan seperti yang ditulis Muklis dalam sms-nya, juga saya lihat ketika dulu saya ke Manggamat. Pertambangan dengan sistem terbuka menghancurkan vegetasi yang ada di sekitarnya. Dua sungai kecil yang sering dilalui truk pengangkut batu menjadi rusak dan berlumpur serta menjadi dangkal. Sungai itu tadinya jernih. Warga menggunakannya untuk keperluan sehari-hari. Tapi kini tak bisa lagi.

Selain tambang biji besi, ada juga tambang emas yang lokasinya tak begitu berjauhan. Namun kegiatan pertambangan emas milik PT. MMU itu sudah ditutup karena bermasalah juga dengan warga.

Kegiatan pertambangan di sekitar hutan sekarang menjadi persoalan di Aceh Selatan. Saat ini ada 14 perusahaan yang memiliki izin eksplorasi, dimana dua di antaranya sudah menjalankan praktek eksploitasi di Manggamat. Meski Sang Kepala Dinas Pertambangan mengatakan tetap mengedepankan penyelamatan lingkungan, namun tetap saja mengkhawatirkan. Lemahnya pengawasan dan penindakan hukum terhadap pelanggaran pengrusakan lingkungan meningkatkan jumlah kasus penghancuran lingkungan dimana-mana.

Yang sering terjadi adalah masyarakat di sekitar pertambangan hanya menjadi penonton. Sangat sedikit tenaga mereka terserap di kegiatan pertambangan. Alasan karena ketidakmampuan skill. Kalaupun dipakai, mereka hanya menjadi tenaga pengaman atau menjadi buruh kasar. Ketidakharmonisan kerap memunculkan konflik dengan warga. Begitupun di Manggamat. Konflik atas nama kepemilikan lahan juga terjadi antara perusahaan dan warga. Itu menjadi persoalan yang berlarut-larut hingga kini.

Kebijakan Pemerintah Aceh yang mengundang banyak investor masuk untuk mengelola sumber daya alam di Aceh sebenarnya bertujuan baik, ingin meningkatkan laju perekonomian yang dulu sempat terhambat karena konflik yang berkepanjangan. Aceh memiliki potensi pertambangan mineral luar biasa yang belum dimanfaatkan hingga saat ini. Mulai dari minyak bumi, gas bumi, batubara, emas, biji besi dan lain-lain. Potensi yang besar ini menarik minat investor dari luar negeri. Kegiatan eksplorasi telah diberika untuk mencari sumber-sumber mineral baru.

Tawaran investasi lainnya adalah membuka perkebunan kelapa sawit dalam skala luas di Aceh. Sawit banyak menjanjikan keuntungan karena pasokan Crude Palm Oil (CPO) dunia masih dikendalikan oleh Indonesia dan Malaysia. Aceh ingin seperti provinsi tetangganya (Sumatera Utara dan Riau) dimana perekonomiannya bergerak karena kelapa sawit.

Pemerintah Aceh pun menggalakkan pembukaan perkebunan kelapa sawit 150 ribu hektar di Aceh. Ada pembagian lahan dan bibit kelapa sawit untuk korban konflik. Di beberapa kabupaten pembukaan lahan dilakukan dengan membuka kawasan hutan.

Konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit kerap memberi efek negatif bagi kehancuran ekosistem. Seperti yang terjadi di Rawa Gambut Tripa di Nagan Raya dan Aceh Barat Daya. Ada 5 perusahaan Hak Guna Usaha (HGU) kelapa sawit yang bekerja membuka hutan gambut di sana.

Tripa masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser. Namun karena status kawasannya Areal Penggunaan Lain (APL), pemerintah dengan seenaknya memberi izin kepada perusahaan untuk membuka kebun sawit tanpa memperhatikan aspek-aspek lingkungan yang mengikat di dalamnya. Hutan Tripa merupakan habitat Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Pembukaan hutan telah menghilangkan populasi Orangutan hingga 70 persen. Satwa lainnya juga dilaporkan terancam kelestarian.

Perusahaan HGU melakukan pengeringan rawa yang menyebabkan vegetasi hancur. Mereka juga kerap melakukan pembersihan lahan dengan cara membakar. Seperti diketahui gambut di Tripa memiliki stok karbon yang cukup besar mencapai 50-100 juta ton. Bisa dibayangkan, berapa karbon yang dilepas di udara ketika Tripa dihancurkan secara destruktif. Pelepasan karbon dapat meningkatkan ancaman pemanasan global yang memicu perubahan iklim.

Pemerintah harus melihat sisi perlindungan dalam kasus pemberian perizinan HGU di Tripa. Dalam peraturan, gambut yang memiliki kedalaman lebih 3 meter seperti yang ada di Tripa harus ditetapkan sebagai areal lindung setempat. Tapi pemerintah telah mengabaikannya.

Sejak awal dilantik Gubernur Aceh Irwandi Yusuf telah mengkampanyekan pembangunan Aceh berdasarkan visi hijau. Artinya semua kegiatan pembangunan perekonomian Aceh juga harus berdasarkan keberlanjutan yang memperhatikan sisi penyelamatan lingkungan jangka panjang. Dalam perjalanan pemerintahannya, Irwandi Yusuf telah menetapkan moratorium logging, merekrut ribuan polisi kehutanan kontak, membentuk Tim Perencana Strategis Pengelolaan Hutan Aceh, dan Aceh Green.

Adanya kemauan yang keras dari Gubernur untuk menyelamatkan hutan dan lingkungan Aceh patut didukung oleh semua pihak. Namun bagaimana implementasinya? Bagaimana koordinasi lintas sektoral di tingkat provinsi dan kabupaten masih menjadi tanda tanya. Seringkali kebijakan antara dinas baik di provinsi dan kabupaten berjalan sendiri-sendiri.

Pengelolaan sumber daya alam yang tidak memperhatikan aspek-aspek penyelamatan lingkungan bisa memicu penghancuran hutan dan lingkungan di sekitarnya. Izin pertambangan dan HGU dalam skala luas kerap mengorbankan kelestarian hutan. Dari analisa perubahan tutupan hutan yang dilakukan tim GIS Yayasan Leuser Internasional, dari tahun 2006-2009 Aceh memiliki laju kehilangan hutan 30.867 hektar per tahun.

Bencana alam sekarang kerap terjadi di Aceh seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan. Kerugian materi atas bencana lingkungan bisa menyamai biaya pembangunan kabupaten. Contohnya saja kerugian atas banjir besar di Aceh Tamiang pada tahun 2006 yang mencapai Rp 100 milyar.

Masyarakat lokal di pinggiran hutan kerap menerima ancaman langsung dari kerusakan hutan di sekitar mereka. Di beberapa kabuaten masyarakat harus berkonflik dengan gajah, harimau dan buaya karena satwa ini keluar dari habitat yang diganggu manusia. Di Aceh Selatan dan Aceh Barat Daya, beberapa sungai kering total di musim panas sehingga warga tak bisa mendapat air untuk pertanian dan kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi banjir yang sudah tak bisa diprediksi datangnya menimpa merata semua kabupaten. Berapa biaya yang harus kita tanggung untuk kehancuran ekologis yang disebabkan oleh ulah manusia?

Aceh masih memiliki hutan yang luas. Kita masih memiliki kesempatan menyelamatkan hutan kita sebelum hilang selamanya. Memanfaatkan sumber daya alam secara lestari dan berkelanjutan harus dilakukan dengan dukungan semua pihak. Melibatkan masyarakat lokal dalam upaya tersebut harus dilakukan. Seperti yang ditulis Muklis dalam smsnya : mereka (masyarakat Manggamat) tidak butuh apa2 selain ketenganan dan damai sepanjang masa...

Rabu, 17 Maret 2010

Teroris (Akhirnya) Mampir ke Aceh

Oleh : Chik Rini
Dibuat untuk tabloid Bahana Universitas Riau.


Juni 2002 Televisi Amerika Serikan CNN melaporkan adanya perjalanan orang-orang Al-Qaeda ke Aceh. Al-Qaeda adalah kelompok yang dicap oleh negara barat sebagai teroris karena aksi mereka dalam pemboman gedung WTC di New York, Amerika Serikat pada 11 September 2001. Sejak itu Presiden Goerge W. Bush pun mengumuman genderang perang dengan kelompok pimpinan Osama bin Laden ini.

Adalah koresponden CNN di Filipina Maria Ressa yang mendapatkan sebuah dokumen dari badan intelejen Filipina yang menyebutkan bahwa tangan kanan Osama bin Laden, Ayman al-Zawahiri dari Mesir, dan mantan pemimpin militer Al-Qaeda, Mohammad Atef, bersama wakil senior Al-Qaeda di Asia Tenggara Omar Al-Faruq datang ke Aceh bersama orang Indonesia yang jadi guide mereka. Namanya Agus Dwikarna dari Makassar. Agus Dwikarna seperti diketahui kemudian ditangkap di bandara Manila, Filipina dengan tuduhan membawa bahan peledak di kopornya. Sampai sekarang Agus masih dipenjara Manila.

CNN tak menyebutkan siapa yang ditemui orang-orang Al-Qaeda itu di Aceh dan bagaimana rute perjalanan mereka. CNN juga tak mengutip satu nama pun dari dinas intelijen Filipina. Tapi dilaporkan selama berada di Aceh, Ayman al-Zawahiri dan Mohammad Atef mempunyai kesan tersendiri dengan kondisi Aceh yang sedang bergolak karena perang antara aparat Indonesia dan GAM.

“Keduanya terkesan dengan longgarnya keamanan Aceh, serta dukungan dan banyaknya penduduk muslim,” kata laporan itu. “Kunjungan ini bagian dari strategi lebih luas untuk memindahkan markas Osama bin Laden dari Afghanistan ke Asia Tenggara.”

Berita yang masih belum dapat dibuktikan kebenaranya itu tak berkembang lebih jauh. Namun sempat menghebohkan, karena kait mengait Aceh, jaringan terorisme di Indonesia dan Al-Qaeda. Sejak bom Bali 2001, kelompok teroris telah menjadikan Indonesia sasaran penting untuk menyerang kepentingan negara barat di negara ini.

Cerita ini cukup menarik karena Aceh yang dilirik Osama bin Laden untuk markasnya, waktu itu sedang memberontak dari Jakarta. Aksi kekerasan baik yang dilakukan oleh militer Indonesia dan kelompok GAM telah menimbulkan banyak korban jiwa. GAM yang saat itu sedang bangkit dengan perlawanan bersenjatanya tidak tertarik menanggapi cerita kelompok Al-Qaeda yang datang ke Aceh. Mereka menganggap isu terorisme atas dasar agama tidak akan menguntungkan perjuangan mereka untuk merdeka yang membutuhkan dukungan dunia internasional. Kata juru bicara GAM Sofyan Dawood waktu itu, GAM berperang bukan atas dasar agama seperti tujuan Al-Qaeda.

GAM pun tidak ingin terseret-seret dengan isu terorisme. Namun satu peristiwa pemboman di Bursa Efek Jakarta 13 september 2000 telah menyeret Teungku Ismuhadi, seorang tokoh kelompok pergerakan sipil Aceh di Jakarta. Para pelaku pemboman adalah disertir tentara yang pernah bertugas di Aceh yakni Kopral Dua Ibrahim Hasan dan Sersan Dua Irwan. Polisi membuktikan bahwa bom dirakit di bengkel milik Ismuhadi. Maka Ismuhadi pun ditangkap dan dipenjara hingga kini. Dia adalah satu-satunya tahanan politik GAM yang tidak dilepas pasca perjanjian damai Indonesia dan GAM di Helsinski. Alasannya karena Ismuhadi terkait dengan kasus terorisme, bukan pemberontakan.

Peristiwa ini bukan satu-satunya yang menyeret nama GAM dan orang-orang Aceh dalam teror bom di Jakarta. Masih ada kasus lainnya seperti bom yang meledak di asrama mahasiswa Aceh di Jakarta pada 10 Mei 2001, bom mobil yang meledak di Atrium Senen pada 23 September 2001, granat meledak dekat warung ayam bakar Bulungan Blok M pada 1 Januari 2002, bom rakitan ringan meledak di Cililitan dua minggu sesudah Bulungan, bom meledak 9 Juni 2002 di diskotik Eksotis Mangga Dua, bom yang meledak di Graha Cijantung, sebuah gedung pusat perbelanjaan milik Komando Pasukan Khusus (Kopassus) awal Juli 2002.

Waktu itu berita CNN tentang Al-Qaeda dan Aceh diterbitkan menjelang kedatangan Menteri Luar Negeri Amerika Colin Powell ke Jakarta menemui Presiden Megawati membicarakan dukungan Indonesia terhadap Amerika dalam memerangi terorisme di dunia. Pemerintahan Presiden George W. Bush waktu itu mencari dukungan negara-negara muslim dan tentu saja Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia untuk ambisinya memerangi Al-Qaeda. Amerika pun menawarkan bantuan untuk kerjasama militer bagi negara-negara yang mendukung perang Amerika melawan terorisme.

Cerita Al-Qaeda mampir ke Aceh pun berlalu begitu saja. Terbukti di tahun-tahun berikutnya tak ada pergerakan terorisme yang dikendalikan dari Aceh. Provinsi ini tenggelam dalam konflik bersenjata untuk sebuah upaya kemerdekaan sampai kemudian terjadi perjanjian damai antara pemerintah Indonesia dan GAM di Helsinski, Finlandia tahun 2006. Perang selama 35 tahun pun usai.

Dan tahun ini pergerakan teroris terkuak di Aceh. Polisi berhasil menggerebek persembunyian mereka di hutan pedalaman Aceh Besar, berjarak sekitar 50 kilometer dari Banda Aceh. Kasus ini mengejutkan banyak orang di Aceh karena selama ini daerah ini tidak menunjukkan tanda-tanda sebagai markas teroris di Indonesia. Di Sumatera teroris hanya bergerak dari Lampung, Palembang dan Bengkulu. Kini mereka benar-benar mampir di Aceh. Kabarnya sudah sejak 4 tahun lalu mereka masuk dan menyusun kekuatannya perlahan-lahan. Dari bukti rekaman film yang didapat polisi, mereka sudah mengadakan latihan militer di Aceh.

Aceh sekarang berbeda dengan Aceh delapan tahun lalu ketika Al-Qaeda melirik Aceh. Aceh sekarang sudah damai. GAM sudah meletakkan senjata dan tokoh-tokohnya saat ini menguasai pemerintahan di tingkat provinsi dan hampir 70 persen pemerintahan di kabupaten di Aceh. Ekonominya sedang bangkit karena perputaran uang yang cukup besar untuk membangun Aceh kembali pasca bencana gempa dan tsunami sejak 5 tahun belakangan.

GAM telah meletakkan senjatanya. Angkata perangnya sekarang berubah menjadi gerakan politik bernama Komite Peralihan Aceh (KPA). Mereka punya partai lokal yang disebut Partai Aceh, sekarang mengusai 60 persen parlemen Aceh. Mungkin bagi mereka hampir tak ada waktu berpikir untuk merdeka lagi. Rakyat Aceh yang sudah muak dengan konflik pun sudah tidak begitu minat lagi dengan kekerasan. Mereka sekarang berupaya bangkit dari kemiskinan. Untuk itu Pemerintah Aceh sangat giat membangun perekonomian masyarakatnya.

Polisi sudah mengintai kelompok teroris ini sejak awal tahun ini. Bentrok senjata pecah pada awal Maret. Tercatat 17 orang telah ditangkap (5 tewas) dari kelompok teroris. Perlawanan teroris juga telah memakan 3 korban tewas di pihak polisi. Semua berlangsung cepat. Dalam rangkaian waktu bersamaan polisi juga menggerebek kelompok teroris di Pamulang Banten. Hasilnya adalah tewasnya Dulmatin, seorang anggota Jemaah Islamiyah (jaringan terorisme Asia Tenggara) yang paling dicari di Filipina karena aksinya bersama kelompok Abu Sayyaf di negara itu.

Dalam keterangan polisi, sebagian besar anggota kelompok teroris yang ditangkap di Aceh berasal dari Jawa. Mereka masuk ke Aceh karena beberapa orang Aceh yang memfasilitasi mereka, orang Aceh yang tidak puas atas apa yang terjadi di Aceh saat ini, yang merasa tidak mendapat nikmat dari perdamaian Aceh.

Orang-orang seperti ini cukup banyak sebenarnya terdapat di Aceh. Mereka yang tidak puas dengan apa yang terjadi sekarang dan tidak mendapat bagian dari kemajuan ekonomi. Sejak perdamaian, kasus kriminalitas bersenjata di Aceh cukup tinggi. Banyak kasus orang diculik dan diminta tebusan, perampokan stasiun pengisi bensin dan toko emas, pembunuhan, penembakan terhadap pekerja asing, pemboman kediaman petinggi KPA dan lain-lain. Sebagian besar kasus itu tidak pernah berhasil diungkap oleh polisi.

Aceh sebenarnya seperti api dalam sekam. Apapun bisa muncul dengan cepat atas nama ketidakpuasan. Seperti yang dikatakan Kepala Desk Antiteror Kementrian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Ansyaad Mbai, orang-orang Aceh yang membantu teroris di Aceh adalah mereka yang berseberangan dengan pemerintah lokal.

Aceh sepertinya menjadi tempat strategis seperti yang dipikirkan Osama bin Laden dulu. Ada tempat persembunyian berupa hutan yang sangat luas. Ada jalur masuk senjata dari laut Selat Malaka yang gampang dilakukan. Diperkirakan masih banyak senjata bekas konflik yang masih beredar di Aceh. Selain itu ada kemudahan masuk ke Aceh karena sejak bencana tsunami, banyak orang dari luar Aceh terutama dari Jawa datang ke provinsi yang sebagian besar hancur itu. Mereka masuk sebagai pekerja kontruksi di proyek- proyek pembangunan di seluruh Aceh. Jadi tidak akan begitu mencurigakan jika ada pendatang asing di sini. Dan yang paling mendukung adalah longgarnya pengamanan Aceh. Sebelumnya polisi mungkin tidak pernah yakin teroris membangun jaringannya di Aceh. Polisi masih pusing dengan kasus kriminalitas bersenjata yang sulit ditangkap pelakunya.

Kurang dari dua minggu lagi Presiden Amerika Barrack Husein Obama akan berkunjung ke Indonesia. Meski dia menganut prinsip lebih lembut ketimbang pendahulunya Presiden Bush dalam menangani aksi teroris, namun posisi Amerika Serikat masih jelas bahwa mereka tetap menginginkan Al-Qaeda hancur.

Prestasi Polisi Antiteror Densus 88 menangkap kelompok teroris di Aceh dan Pamulang tentu akan menjadi catatan manis pemerintah Indonesia ketika berunding dengan Amerika nantinya. Apa yang akan didapat Indonesia dari negeri adidaya itu untuk keberhasilan di Aceh dan Pamulang? Kita tunggu saja pengumumannya.

Chik Rini, mantan wartawan PANTAU yang kini bekerja sebagai Public Relation di Yayasan Leuser Internasional di Banda Aceh. Pernah menulis narasi “Sebuah Kegilaan di Simpang Kraft”.

Selasa, 02 Februari 2010

chikrini.com: Menembus Bulohseuma

chikrini.com: Menembus Bulohseuma

Menembus Bulohseuma


Bulohseuma dari pesawat overflight YLI Januari 2008


Pada akhir November 2009, bersama staf Yayasan Leuser Internasional di Tapaktuan, kami mencoba menembus Bulohseuma melalui jalur pantai. Bulohseuma adalah sebuah daerah terisolir tanpa jalan yang berada di Suaka Margasatwa Rawa Singkil, terkurung diantara hutan rawa yang sunyi dan laut Samudera Hindia yang bergelombang besar.

Inilah Kemukiman Bulohseuma dengan 3 kampung di dalamnya yakni Desa Kuta Padang, Desa Raket dan Desa Kuta Tengoh. Terletak di Kecamatan Trumon Kabupaten Aceh Selatan. Ada 150 Kepala Keluarga tinggal disana. Sejak endatu mereka menemukan daerah itu tahun 1768 dan mendirikan kerajaan kecil di sana, sejak itu pula warga terbiasa hidup di antara keganasan alam. Dulu ada 9 kampung di Bulohseuma, tapi ketika buaya rawa mengganas dan memakan korban jiwa pada tahun 1925, banyak orang Bulohseuma eksodus keluar wilayah itu. Kini cuma tersisa 3 kampung.

Jalur transportasi utama yang menghubungkan warga Bulohseuma dengan dunia luar adalah dari laut. Kapal laut menghubungkan Bulohseuma dan Keude Trumon (ibu kota Kecamatan Trumon) dengan waktu jelajah 4 jam. Dengan kapal mereka mengangkut kebutuhan pokok dari luar. Tapi jika gelombang sedang tinggi, berminggu mereka terkurung dan terancam kehabisan bahan pangan. Jalur lain yang bisa menembus Bulohseuma adalah menyusuri pantai jika ombak bersahabat. Jika air laut surut, warga bisa naik sepeda motor berkejaran dengan bibir gelombang. Waktu tempuhnya sekitar 2 jam untuk jarak sekitar 20 kilometer menghubungkan Bulohseuma dengan Desa Teupin Tinggi, desa terakhir yang memiliki akses jalan darat ke Keude Trumon.

Kami menuju Bulohseuma dengan memakai jasa sepeda motor milik warga Teupin Tinggi. Beruntung cuaca lagi bersahabat dan menjelang siang itu air laut sedang surut. Kami memiliki target 2 jam sampai ke Bulohseuma karena lewat tengah hari air laut akan pasang, dan tak ada pantai yang bisa dilewati sepeda motor.

Sepanjang perjalanan kami harus melewati 13 alur sungai kecil dan besar, dimana air rawa yang berwarna hitam mengalir ke laut. Rawa Singkil merupakan hutan rawa gambut yang sebagian besar lantai hutannya tergenang air sepanjang tahun. Ini merupakan kawasan konservasi seluar 100 ribu hektar yang kaya akan keanekaragaman hayati dan menjadi bagian Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi.

Di beberapa alur air yang dalam, sepeda motor harus diangkat beramai-ramai. Di satu tempat kami sempat dibantu oleh beberapa orang yang sedang bertransaksi ikan lele di pantai. Kami juga bertemu dengan dua orang Bulohseuma yang mengendarai sepeda motor melalui pantai. Bahkan ada seorang bapak yang tampak berjalan sendiri dari Bulohseuma. Menurut pendamping kami, jalan kaki dari Bulohseuma ke Teupin Tinggi membutuhkan waktu 5 jam. Hal ini sudah berbiasa untuk sebagian orang di Bulohseuma karena tidak semua yang memiliki sepeda motor.

Beruntung, di Alue Ie Itam, sebuah muara sungai yang besar, ada kapal bot yang mengantar kami menyeberang. Bot ini sebenarnya sedang disewa sekelompok orang dari Medan, Sumatera Utara datang dan berkemah di sana untuk mencari sisa besi rel pengangkut kayu milik PT Lembah Bakti, sebuah perusahaan Hak Pengusaha Hutan. Tahun 1996 PT. Lembah Bakti mengambil kayu-kayu dari hutan Rawa Singkil. Namun perusahaan itu cuma bertahan 2 tahun karena berkonflik dengan warga Bulohseuma.

Bulohseuma sebenarnya sebuah kawasan yang tak begitu menjanjikan kesejahteraan untuk hidup. Menurut cerita Keuchik Desa Raket, Taharuddin, warga mereka hidup dalam kondisi sederhana. “Kami menyebutnya ‘sedikit tak cukup, banyak tak habis’. Jika cabai panen, banyak yang terpaksa busuk tak sempat dijual ke luar jika gelombang laut tinggi”katanya. Cabai merupakan komoditi kebun utama dari Bulohseuma. Setiap panen bisa mencapai mencapai 500 kilogram.

Warga Bulohseuma bertahan hidup dengan kesederhanaan mereka. Mereka menanam padi di lahan yang tak begitu luas, mencari madu di hutan dan mencari lele di rawa sebagai sumber penghidupan mereka. Di zaman endatu daerah ini merupakan gudang penghasil lada. Tapi lada mati dan tak pernah hidup lagi.

Madu hutan adalah sumber penghasilan yang lumayan untuk warga. Madu dipanen setiap enam bulan sekali pada bulan Februari dan Agustus. Pohon bak rubek dan pohon pulai di hutan dimana lebah bersarang bisa menghasilkan 2 ton madu tiap pohonnya. Setiap panen bisa menghasilkan madu beratus ton. Harga madu paling murah dijual Rp 100 ribu per bambu dan paling mahal mencapai Rp 350 ribu per bambu. Tapi akhir-akhir ini penghasilan madu berkurang karena gangguan elang yang kerap memakan madu.

Warga juga dipusingkan dengan hama babi dan kera hutan yang kerap menggangu padi di sawah atau tanaman kebun lainnya. “Kami bukan malas bekerja. Tapi itu ‘traktor’ suka mengganggu. Tolong bantu kami mengusirnya,” kata Keuchik raket menyebut babi hutan sebagai traktor.

Warga Bulohseuma sepertinya tidak memikirkan lagi apakah pemerintah akan membangun jalan ke wilayah mereka atau tidak, meski mereka memiliki harapan besar untuk bisa dibuka keterisolirannya dari dunia luar. Meski tanah di sekitar mereka tak menjanjikan kesejahteraan, tapi orang Bulohseuma tetap memiliki prinsip terus bertahan di antara keganasan laut dan hutan rawa demi mempertahankan kuburan endatu yang mereka banggakan. (chik rini)





Hutan Rawa Singkil di pinggir pantai


Menyebrang alur di pantai. Ada 13 alur yang harus dilalui menuju Bulohseuma,yang terbesar adalah Alu Ie Hitam


Menembus Bulohseuma melalui pantai jika gelombang sedang bersahabat.Jarak 20 kilometer ditempuh sekitar 2 jam, saat air laut surut


Mengangkat sepeda motor menyebrang alur


Aku di Alur Ie Itam, menunggu bot untuk menyeberang


Anak-anak Bulohseuma menyebrang sungai dengan rakit


Matahari tenggelam di Bulohseuma

Jumat, 01 Januari 2010

Tanah Kami 5 Hari Setelah Tsunami dan 5 Tahun Setelah Tsunami

Bagi keluarga kami, kehilangan yang kami rasakan mungkin tidak sebanding dengan kehilangan yang dirasakan oleh lebih banyak lagi orang di Aceh ketika tsunami menghancurkan kehidupan ini. Meski kehilangan harta, tapi kami tak kehilangan orang-orang tercinta. Lamjame adalah tanah dimana ayah mendirikan rumah impian kami sejak kecil. Kampung ini hancur tak bersisa, bahkan seluruh tetanggaku tak bisa menyelamatkan dirinya.

Pulang kembali ke Lamjame adalah pikiran panjang selama bertahun-tahun. Kami harus mengalahkan rasa takut kami pada ancaman bencana lagi, dan tentu saja rasa sepi mencekam termasuk rasa takut pada segala macam hantu belau.

Dan dengan mengucap Bismillah, kami mencoba mendirikan kembali gubuk tempat berteduh kami. Ini rezeki kami yang diberikan Allah. Kami mensyukurinya. Paling tidak kami diberi kesempatan masih bisa menyambung nafas kami di sini. Di tanah terakhir yang masih kami miliki.






Lamjame 5 tahun setelah tsunami









Lamjame 5 hari setelah tsunami











Sisa tanah impian kami





Mereka yang selamat mencoba mencari keluarga yang hilang







Aku di antara yang tersisa

PUISI TAK PANTAS

Harusnya aku tidak menulis puisi di blog ini karena aku bukan penulis fiksi. Tapi ku pikir panjang, puisi-puisi ini sayang kalau dibuang. Puisi ini lahir dari hati yang galau, yang resah karena aku tak bisa menggapai keinginanku. Ini masa-masa sulit hidupku, ketika aku coba bangkit dari kehancuran hidup. Puisi ini adalah fakta atas apa yang terjadi terhadap hidupku. Maka aku pun menerbitkannya di blog sebagai peringatan ku terhadap apa yang pernah aku alami semasa hidupku.

TIAP HARI AKU SEMAKIN MENCINTA

Aku tidak pernah tahu
Tapi aku percaya
Sesuatu di hatiku menjadi bergetar
Hangat mengalir ke seluruh pembuluh darah
Sesuatu yang terbaik ada di situ
Engkau yang menyebabkan itu

Aku punya mimpi untuk ku pertunjukan pada mu
Sesuatu yang engkau perbuat bagi hatiku
Aku menemukan mu di waktu terbaikku
Dan kini
Setiap hari aku merasa semakin mencintaimu

Sampai akhir perjalanan cintamu
Aku percaya
Kita akan tetap sehati sejiwa
Cintamu tetap terbaik yang pernah aku miliki


BAYANGAN

Yang tak bisa dijamah
Makin menghilang
Perlahan
Bagai kabut
Menipis
Dan hilang tak kembali

Mauku mengumpulkannya
Membentuk sebuah siluet bayangan
Yang bisa aku peluk tiap malam
Yang bisa menyejukkan dan menentramkan hati

Saat semua terwujud
Ku tahu
Itu tak abadi
Aku mencarinya ke sudut-sudut yang tak mungkin

Aku sudah melakukannya semua
Demi mempertahankan mu
Tapi tetap saja
Semua hilang tak berbekas


Lamjame, 4 Februari 2010

BUMIKU SAKIT

Bumiku makin keriput
Menciut seperti buah busuk
Mengering
Ketika akar-akar pohon tercerabut dari kulitnya
Sakit sekali
Dan dia menjerit
Adooowwwww...

Air tak lagi mengikuti siklus alami
Hujan yang tak bisa lagi diharapkan
Angin semakin tak jelas arah
Udara tak lagi segar

Bumiku sakit
Dan dia mungkin akan mati perlahan
Tanpa bisa kita hidupkan lagi
Untuk kelangsungan nafas kita para penghuni bumi


Lamjame, 20 Januari 2010

KU KAN TERUS CINTA

Meski kau diam saja
Ku kan terus mencinta
Diam, tak bersuara
Ini rahasia hati sampai aku mati


(inspirasi dari Lagu "Selir Hati" ciptaan Ahmad Dhani, 17 Januari 2010)

KETIKA AKU MERINDUKANMU

Lama rasanya tidak merasakan indahnya senyum mu
Bahkan aku tak bisa menghapal lagi bau tubuh mu
Sudah begitu lamakah itu?
Ketika engkau direnggut kejam dari sisiku

Andai aku bisa menghidupkan kembali dirimu
Aku akan menghiasi mu dengan keindahan dunia ini
Menghabiskan apapun yang bisa kita rengguk bersama
Sampai kamu tak mampu berpikir apapun tentang yang lain selain aku

Aku masih mempunyai hati untuk mu
Hati yang abadi dan akan tetap ku persembahkan untuk mu

Wahai kekasih yang tak berwujud
Engkau bagai bayang putih dan tak bisa ku sentuh
Dan malam ini engkau akan ku hadirkan dalam bentuk nyata
Agar aku tahu engkau memang ada

Ketika engkau direnggut oleh waktu
Engkau dicabut dari kehidupanku
Aku tak bisa mempertahankan mimpiku
Untuk memilikimu selamanya

Dan sebuah pengakuanku kini
Betapa aku merindukan mu selamanya


Lamjame, 3 Januari 2010

PENCARI JALAN TUHAN

Seperti apakah jalan Tuhan itu?
Apakah ia bersih, suci, putih?

Aku hitam, penuh jelaga
Aku kotor, najis tak berharga

Bisakah aku memasuki jalan Mu?
Bisakah aku mendapatkan cahaya di ujung jalan itu?
Bisakah kotoran di tubuhku berontokan satu persatu
Kepalaku tertunduk menyembunyikan wajah hitamku
Aku tak mampu
Aku malu

Banda Aceh, 1 Januari 2010

MALAIKATKU

Di sisiku malaikat
Apakah dia mendoakan aku selalu?
Apakah dia juga melindungiku dari kejahatan?

Malaikatku apakah dia bersayap?
Apakah dia akan membawaku terbang?
Jauh ke sebuah tempat di surga
Di mana aku menemukan cinta abadiku


Banda Aceh, 1 Januari 2010

AMPUNKAN AKU

Jalanku putih, abu-abu, hitam
Jalanku landai, terjal dan menurun

Aku hina
Aku tak pantas
Aku terkutuk

Bersih
Terang
Engkau Tuhanku
Bimbing aku ke arah itu

Mandikan aku dengan air suci Mu
Membasuh najis tak terhingga di dalam tubuhku


Banda Aceh, 1 Januari 2010

MENAPAKI SISA WAKTU

Berkebut dengan waktu
Mengejar sisa kehidupan yang ada
Aku seperti melihat ujung dunia di sana

Tuhanku
Engkau yang mengatur semua rencana dalam hidupku
Engkau juga yang menarik kehidupanku seperti sebuah pedati
Berjalan pelan
Aku terseok

Tuhanku
Usiaku tinggal berapa lagi?
Aku tidak tahu
Tapi beri aku kesempatan
Untuk bahagia dan membahagiakan orang-orang sekitarku
Keluargaku, sahabatku, siapun itu
Dan jika memungkinkan
Beri aku juga kesempatan
Memberikan kasih abadiku
Kepada orang yang pantas mendapatkannya


Banda Aceh, 1 Januari 2010

LILINKU

Beri aku api meski itu tidak mampu menghangatkan udara dingin
Beri aku cahaya meski itu samar
Beri aku batangmu meski itu akan mencair habis
Beri aku sumbu meski itu akan terbakar tak bersisa

Apimu, cahayamu
Adalah penuntunku mencari jalan keluar
Dari lubang gelap tak berujung

Engkau akan habis di masamu yang singkat
Dan akhirnya aku tak bisa menyelamatkan keabadianmu untukku
Dan engkau akan musnah tak bersisa tanpa aku bisa mengembalikanmu
Dan aku akan meratapimu karena aku kehilanganmu selamanya


Banda Aceh,1 Januari 2010

CINTAKU

Aku punya cinta yang luar biasa
Aku punya kasih yang tak terhingga
Aku punya pengabdian seorang hamba sahaya
Aku punya kesetiaan abadi
Aku punya hati yang ku simpan dalam raga

Aku akan mencintai Mu dengan caraku
Karena aku percaya Engkau memang untukku
Aku telah memilih Mu untuk seumur hidupku
Memberikan pengabdian seorang kekasih


Lamjame, 1 Januari 2010

SEBUAH PERKARA PENUH RAHASIA

Dalam suatu waktu, kamu akan bertemu dengan cinta sejatimu.
Dia akan datang bersama dengan perjalanan waktu
Ketika engkau mencari harapan itu
Dia sebenarnya ada di suatu ruang yang mudah dijangkau

Tuhan merahasiakan empat perkara dari mu
Langkahmu, cintamu, rezekimu dan matimu
Ketika Dia mengatakan kunfayakun
Menciptakan mu di zaman azali
Menghidupkan rohmu dalam kandung ibumu
Maka setiap nafasmu ada dalam genggaman-Nya

Semua rahasia hidup ada pada Tuhan
Kamu hanya bisa berharap dan bermimpi
Kamu hanya bisa berupaya menjangkaunya
Tapi tangan Tuhan yang paling berkuasa menuntunmu

Mencari celah mengintip apa rencana Tuhan dalam hidup ini
Dan aku samar-samar melihatnya
Tapi benar-benar tak terjangkau


Banda Aceh, 28 Desember 2009

SEKEPING HATIKU

Ini kepingan hati ku yang tersisa
Yang telah tercabik oleh kesia-siaan.
Tapi masih ada ruang tersisa
Dan itu ku berikan padamu wahai yang menantiku

Sekeping hati ini mungkin tak akan berguna bagimu
Tapi aku tetap membutuhkan itu untuk kelanjutan nafasku
Aku menunggunya untuk disentuh
Dan ku harap engkau itu

Jika engkau datang dengan sebatang lilin redup
Aku akan tetap berterima kasih padamu
Itu cukup menghangatkan kebekuan udara sekelilingku
Meski ku tahu tak akan kau berikan selamanya

Sekeping hati terakhir ini ku harap inilah cinta sejatiku.

Banda Aceh, 23 Desember 2009.