Senin, 30 November 2009
Di Lembah Agusan
Namanya Agusan. Ada desa kecil di bawah lembah yang diapit bukit dan pegunungan yang memiliki pemandangan indah itu. Hamparan sawah membentang. Ada mesjid kecil di tengahnya. Rumah penduduk menumpuk di satu sisi lain. Sungai Agusan mengalir di sisi gunung, menjadi pembatas antara desa dan Taman Nasional Gunung Leuser.
Air Sungai Agusan berasal dari pertemuan sungai yang mengalir dari Gunung Leuser, Gayo Lues dan sungai dari Pucuk Mamas, Aceh Tenggara yang melingkar ke arah atas dan bertemu di Pantan Dedalu dekat Agusan. Sungai Agusan airnya mengalir jauh hingga ke Sungai Lawe Alas (Aceh Tenggara), Lawe Soraya (Subulussalam) dan berakhir di Muara Singkil. Masyarakat Agusan menggantungkan kebutuhan air bersihnya dari sungai baik untuk minum, mandi dan mencuci serta mengairi sawah dan kebun. Airnya dingin bagaikan es.
Jika kita melakukan perjalanan dari Kota Blangkejeren, ibu kota Kabupaten Gayo Lues ke arah Kutacane, ibu kota Aceh Tenggara, kita akan melewati Agusan. Jaraknya dari Blangkejeren sekitar 17 kilometer. Secara administrasi Agusan masuk dalam Kecamatan Blangkejeren. Desa Agusan persis berada diperbatasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan termasuk salah satu enclave yang ada di sana.
Desa Agusan terdiri dari 3 dusun yakni Dusun Leuser Indah, Dusun Rempelis Muda dan Dusun Pal 15. Ada 135 Kepala Keluarga tinggal di desa kecil ini, umumnya berasal dari Suku Gayo. Mereka bekerja sebagai petani nilam, cabe, kopi, coklat dan juga menanam padi di sawah.
Hutan TNGL berada di seberang sungai. Hutannya merupakan tipe hutan tropis dataran tinggi yang berada dalam gugusan pegunungan yang berlapis-lapis. Di tempat ini terdapat pos pemantauan milik Yayasan Leuser Internasional (YLI). Ada 1 unit kamp yang menjadi tempat tinggal staf lapangan dan para peneliti. Pos ini mulai diaktifkan pada 18 Agustus 2000. Sebelumnya tempat ini menjadi areal observasi orangután yang dilakukan oleh seorang peneliti Amerika yang bernama Elizabeth A. Fox.
Luas areal penelitiannya sekiatr 450 hektar. Lokasinya berbatasan dengan Sungai Agusan di sebelah utara, Burni Jamur Atu di sebelah selatan, Arul Jamur Atu di sebelah barat dan Arul Berawang Palung di sebelah timur. Ketinggian tempat berkisar 1050 - 1500 meter di atas permukaan laut. Udaranya sangat dingin apalagi di malam hari. Hujan mengguyur kawasan ini sepanjang tahun.
Karena berada di ketinggian, hutannya banyak ditumbuhi lumut. Kita juga bisa menemukan bermacam-macam anggrek dan paku-pakuan yang umumnya suka tumbuh pada tempat yang lembab. Selain terkenal sebagai habitat orangután, di kawasan ini sering ditemukan juga kedih (Presbytis thomasi), beruk (Macaca nemestriana), gibon (Hylobates lar), tupai terbang (Pteromyscus pulverulentus), kambing gunung (Capricornis sumatrensis) dan berbagai jenis burung.
Jika ingin ke pos pemantauan Agusan, pengunjung harus menyeberang sungai melalui jembatan berupa kabel baja. Jembatan yang sangat sederhana ini mengandalkan keseimbangan sehingga tidak begitu gampang dilalui bagi orang yang tidak terbiasa. Jembatan ini juga sering dipakai oleh penduduk desa yang hendak menuju kebunnya yang berada di seberang sungai. Kita mesti menyusuri jalan di sepanjang tebing sungai sejauh 4 kilometer untuk sampai ke pos Agusan. Bagi yang berminat untuk menginap sebaiknya menyediakan pakai dingin dan peralatan tidur yang memadai untuk melawan hawa dingin di malam hari.
YLI akan mengaktifkan kembali kegiatan penelitian di Pos Pemantauan Agusan. Bagi yang berminat dapat menghubungi kantor YLI di Kampus Unsyiah Banda Aceh dan Kampus USU di Medan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar