Selasa, 01 Desember 2009

Mendapatkan Kembali Hak Atas Tanah

Sudah sebulan ini Nurhayati sering mendatangi kantor Tim Penyelesaian Ajudifikasi (TIPA) Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Banda Aceh. Warga Kahju Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar ini sedang menunggu kabar keluarnya sertifikat tanah baru miliknya yang diperkirakan akan segera selesai dalam waktu dekat ini

Sewaktu tsunami menghancurkan rumah tinggalnya, surat sertifikat tanah lama milik Nurhayati turut hilang. Menurutnya, sebelumnya tanah tersebut dibuat atas nama suaminya. Tapi karena suaminya meninggal dalm bencana tersebut, kini Nurhayati membuat surat tanah baru atas namanya sendiri. Nurhayati punya 2 anak dari almarhum, suaminya. Anaknya masih di bawah umur. Dia ingin hak anaknya terlindungi dengan membuat sertifikat tanah baru atas namanya.

Dalam kepengurusan tanah, sebelumnya wanita ini juga mendapat persoalan tentang hak waris. Keluarga dari pihak suaminya turut meminta bagian atas tanah mereka seluas 300 meter persegi.

“Tapi atas musyawarah bersama, keluarga suami saya akhirnya merelakan tanah tersebut untuk kami,” kata Nurhayati.

Lain halnya Syamsul Bahri yang tinggal di Peukan Bada, Aceh Besar. Dia membuat surat sertifikat tanah baru karena dia mendapat tanah waris dari orangtuanya. Syamsul memiliki 3 saudara kandung. Karena orantuanya sudah tidak ada lagi, maka mereka membagi tanah peninggalan orantuanya. Tanah yang sudah dipecah kepemilikannya tersebut kemudian mereka daftarkan ke TIPA supaya keluar surat kepemilikannya.

“Surat akte tanah milik orangtua saya juga sudah tidak ada. Mumpung gratis, kami mendaftarkan segera ke BPN supaya ada suratnya,”kata Syamsul.

Musibah tsunami yang meluluh lantakkan pesisir Aceh dan Nias hampir tiga tahun lalu, memang banyak menyisakan persoalan pertanahan. Bencana dasyat itu tercatat menghancurkan 654 desa, 252.223 rumah dan 500 ribu orang terlantar. Banyak tanah yang hilang tapal batasnya, bahkan ada yang musnah fisiknya karena berubah jadi lautan. Hal ini tambah dipersulit pula dengan hilangnya buku tanah atau rusak tak dapat dibaca lagi. Kantor BPN di sejumlah daerah yang menyimpan dokumen surat tanah warga juga ikut rusak karena tsunami.

Persoalan tanah semakin rumit karena para pemilik tanah turut menjadi korban. Maka tak jarang timbul persengketaan tanah oleh para ahli waris setelah itu. Persengketaan tanah ini menjadi salah satu persoalan yang menghambat kerja tim Ajudifikasi yang bertugas sejak 2005. Karena belum ada penetapan siapa yang berhak atas tanah yang disengketakan tersebut, tim ini sulit untuk menyelesaiakan serifikasi tanah tepat waktu.

Untuk membantu masyarakat di daerah yang terkena dampak tsunami, tahun 2005 BPN mempunyai program RALAS (Recontruction of Aceh Land Administration System) (Pemulihan Hak Atas Tanah dan Rekontruksi Sistem Administrasi Pertanahan Aceh). RALAS membantu para korban tsunami untuk dapat membuat batas-batas tanah dan mendapatkan sertifikat tanah baru secara gratis. Program ini mendapat dukungan dari United Nation Development Programe (UNDP) dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) local maupun asing.

Ada 600 ribu bidang tanah yang terkena tsunami di Aceh. RALAS bekerja selama hampir dua tahun. Ribuan petak tanah mereka data ulang, diukur, dipatok tapal batasnya, diverifikasi kepemilikan, dan kemudian diterbitkan seritikat baru.


Kini pekerjaan Tim Ajudifikasi dilanjutkan oleh sebuah tim yang bernam Tim Penyelesaian Pekerjaan RALAS Ajudifikasi. Targetnya menyelesaikan sertifikasi tanah sebanyak-banyaknya. Untuk Banda Aceh dan Aceh Besar tim ini sudah bekerja sejak Februari 2007 dan akan berakhir pada Desember 2007 mendatang. Kalau RALAS bekerja dengan sistem manual, maka TIPA memakai sistem data based dengan komputerisasi. Seperti standarisasi peta dari manual ke digital.

Tim ini juga memiliki tugas melakukan inventarisasi dokumen, melakukan entri data, melakukan verifikasi persil tanah baik secara fisik maupun yuridis, membuat berita acara verifikasi dengan dibantu tokoh masyarakat dan tuha peut untuk kemudian dilakukan pembukuan hak, penerbitan sertifikat sampai menyerahkannya pada pemilik yang sah.

Menurut Ketua Pelaksana Tim Penyelesaian Pekerjaan RALAS Ajudifikasi Banda Aceh dan Aceh Besar M. Hanafiah, SH, MH, beberapa kendala yang mereka hadapi di lapangan antara lain adalah belum lengkapnya sarana dan prasarana di desa yang terkena tsunami, juga belum adanya kejelasan siapa subjek atau pemilik sah tanah. Hal itu disebabkan masih banyak warga yang belum kembali dari tempat mengungsinya. Juga ada soal sengketa tanah oleh ahli waris.

Sejak mulai ada RALAS, tim ajudifikasi tanah turut pula menyelesaikan sengketa tanah yang timbul karena perebutan para ahli waris. Bekerjasama dengan Mahkamah Syariah, disediakan pelayanan pegadilan berjalan (Mobile Court), dimana secara aktif pengadilan mendatangi para pihak yang bersengketa. Sampai Mei 2007, program pengadilan berjalan ini masih ada.

“Tergantung ada pengaduan, maka kami akan fasilitasi penyelesaiannya melalui Mobile Court Mahkamah Syariah,” kata Hanafiah.

Untuk bidang tanah yang belum diketahui pemiliknya, sertifikat tanah tidak akan dikeluarkan sampai ada kejelasan secara yurudis siapa pemilik sah tanah tersebut.

“Jika ada tanah di desa yang terkena dampak tsunami sudah pernah dilakukan pengukuran, tapi belum teridentifikasi siapa pemiliknya yang sah, maka belum dapat diproses sertifikatnya,”jelasnya.

Tim ini sendiri cuma beranggota 36 orang. Hingga kini sudah menyelesaikan 1900 sertifikat. Secara keseluruhan sejak 2005 tim ajudifikasi menyelesaian serifikasi 53 ribu petak tanah di 84 desa di Banda Aceh dan Aceh Besar sampai akhir tahun ini. “Untuk itu kami berharap masyarakat juga harus ikut aktif membantu kerja tim kami,”kata Hanafiah.

Sampai kini, BPN tidak memungut biaya apapun dari masyarakat yang mengurus kembali sertifikat tanahnya yang hilang. Bagi warga yang memiliki persoalan tanah di wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar dapat datang ke kantor TIPA BPN di Jalan Panglima Polim No. 68 Peunayong, Banda Aceh. Telepon 0651-7410932.

Jika ada tanah warga di lokasi tsunami belum pernah terdaftar, tapi sudah pernah dilakukan pengukuran oleh BPN dan sudah ada Nomor Induk Bidang, tinggal melanjutkan data yuridisnya.

“Sepanjang datanya lengkap dapat diterbitkan sertifikatnya,”kata Hanafiah

Proses Penerbitan Sertifikat.

Bagi warga yang yang memiliki tanah di daerah terkena dampak tsunami, ada baiknya segera melapor jika sertifikat tanahnya hilang atau sama sekali belum memiliki sertifikat tanah sejak awal. Sertifikat tanah sangat diperlukan supaya ada kejelasan hukum tetang kepemilikan tanah. Hal ini untuk menghindari terjadinya sengketa tanah di kemudian hari.

Dalam proses sertifikasi tanah, awalnya tim BPN akan melakukan pengukuran bidang tanah milik warga. Oleh sebab itu terlebih dahulu perlu dilakukan kesepakatan seluruh warga di wilayah yang terkena tsunami.

Kesepakatan ini menyagkut tentang batas-batas bidang tanah dengan cara memasang patok tanda batas. Disini sering muncul persoalan karena sulitnya menentukan kembali batas bidang tanah karena hilangnya tanda-tanda yang sebelumnya pernah ada. Untuk itu perlu melibatkan seluruh warga kampung untuk menentukan secara pasti letak bidang tanah milik mereka.

Jika telah teridentifikasi, tim BPN akan menetapkan persil bidang tanah ke dalam peta citra dan melakukan pematokan tanda batas bidang tanah dengan disaksikan oleh pemilik atau ahli waris dan tetangga. Semua hasil pematokan ini akan digambar ulang dalam sketsa desa, dimana masing-masing pemilik atau ahli waris menandatangani daftar kepemilikan tanah.

Agar tidak ada pihak yang dirugikan hasil identifikasi harus diumumkan terlebih daulu di tempat-tempat yang mungkin terbaca oleh orang ramai. Sebab bisa saja ada warga yang belum mengetahui soal tersebut. Jika tidak ada pengaduan, maka kesepakatan warga dinyatakan selesai. Setiap hasil kesepakatan akan ditulis berita acaranya dan ditandatangani bersama-sama oleh warga.

Warga bisa segera mengajukan permohonan ke kantor BPN atau ke kantor TIPA, dimana permohonan tersebut menyatakan bahwa desa mereka sudah siap untuk dilakukan pendaftaran tanah dan selanjutnya menerbitkan sertifikat tanah.

Ada baiknya selama proses pemetaan dilakukan, warga tidak melakukan peralihan hak tanah, seperti jual beli dan pemecahan tanah. Ini untuk mencegah berubahnya peta bidang tanah yang sudah dibuat. Dan tentu saja bisa memperlambat proses penyelesaian tanah di wilayah yang terkena tsunami.

Siapa yang berhak Atas Tanah?

Untuk anak-anak yatim piatu yang masih dibawah umur (belum mencapai umur 18 tahun) yang mewarisi tanah dari orangtuanya yang meninggal, perlu ada penetapan perwalian terlebih dahulu di Mahkamah Syariah, Si Wali adalah pihak yang akan mewakili si anak dalam kepengurusan sertifikat tanah. Biasanya, sertifikat tanah akan dibuat langsung atas nama anak tersebut. Wali dibenarkan untuk mengelola tanah tersebut atas izin si anak. Tapi tak dapat mengalihkan kepemilikannya pada orang lain.

Jika tanah tersebut merupakan harta bersama sepasang suami istri, ada baiknya didaftarkan atas nama bersama mereka. Jika terjadi perceraian atau kematian, tidak ada pihak yang dirugikan. Jika terjadi, harta warisan harus dipisahkan dulu antara harta bersama dan harta bawaan. Jika salah satu istri/suami meninggal, maka harta yang dibagi untuk warisan adalah setengah dari harta bersama. Setengah lagi adalah milik salah seorang istri/ suami yang masih hidup. Selain itu Istri/suami yang masih hidup tetap mempunyai hak atas harta waris yang setengah lagi.

Bagi tanah yang tidak diketahui tak diketahui siapa pemiliknya. Tanah tersebut bisa saja dititipkan pada Baitul Mal Desa, dimana keuchik terlebih dahulu mengeluarkan berita acara tentang kebenaran bahwa tanah tersebut memang tidak ada pemiliknya. Jika kemudian ada ahli waris yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut dan terdapat bukti yang kuat, maka ia bisa langsung mengurusnya ke kantor pertanahan.

Bagi tanah warisan yang belum terselesaikan pembagiannya, sertifikat tanah dapat dibuat atas nama sejumlah ahli waris. Anak di bawah umur baik laki maupun perempuan juga dapat mendaftarkan tanah atas namanya.

Nurhayati mengatakan, dirinya sangat terbantu dengan adanya program sertifikasi tanah secara gratis ini. Hak-hak atas tanah miliknya semakin jelas dan kemungkinan terjadinya sengketa di kemudian hari dengan keluarga suaminya semakin kecil. Selain itu hak-hak anak-anaknya yang yatim juga turut terlindungi. Maka keluarga mereka bisa dengan tenang tinggal di rumah bantuan tanpa ada masalah dengan status tanah.

Tidak ada komentar: